Alkisah, kasus lumpur Lapindo menyedot perhatian dunia, alam kubur dan akhirat. Tak luput Abunawas yang sudah ada di alam kubur pun datang melihat lumpur Lapindo. Melihat masyarakat yang menjadi korban Lapindo itu Abunawas tergerak untuk membantu. Maka dia diberikan mandat oleh korban Lapindo untuk menghadapi kerajaan Aburizal Bakrie yang memproduksi lumpur itu.
Ini bukan Abunawas dari Baghdad yang terkenal itu lo ya! Ini Abunawas dari Lengkong, daerah Nganjuk. Kekekek....
"Wah, nama bosnya Lapindo kok ya Abu,... sama dengan namaku. Dia Aburizal, aku Abunawas. Ini namanya takdir," gumam Abunawas.
Abunawas ini memang cukup lihai. Bahkan Aburizal Bakrie pun bertekuk lutut kepadanya. Bayangkan, ribuan korban Lapindo yang surat-surat tanahnya tenggelam, bisa diganti dengan bekas karcis parkir. Dan Bakrie setuju. Apa nggak hebat!
Tetapi lama kelamaan lha kok Abunawas keluar jalur, membuat model penyelesaian sendiri. Dia memang sering melakukan musyawarah untuk menuju mufakat dengan pihak Lapindo, tapi kali ini kesepakatan musyawarahnya meleset tidak sesuai perjanjian korban Lapindo dengan Lapindo yang sudah diteken.
"Hai Abu! Bagaimana ini kok jadi begini. Perjanjian jual-beli tanah kok diubah menjadi perjanjian tukar tanah?" tanya warga marah-marah.
"Loh, kalian harus bersyukur kepada Alloh! Itu anugerah. Bayangkan, tanah kalian sudah jadi danau lumpur diganti dengan tanah yang sehat dan siap pakai. Kan malah untung!" jawab Abunawas.
"Ya nggak bisa begitu! Justru Abu Bakrie yang untung nggak perlu merebus tanah sudah bisa jadi bubur tanah alias lumpur itu!" Wah, ini pasti warga yang belum pernah membedakan rasa bubur ayam dengan bubur tanah... hehehe...
"Kalian ini dasar warga nggak tahu terima kasih! Gini aja aku kerja keras tawar-menawar dengan Lapindo!" kata Abunawas dengan geram.
"Oooo... ternyata keahlianmu tawar-menawar, tapi kok nggak bilang-bilang kami dulu. Saya kira kamu ini Abunawas yang cerdik itu! Eeeeee.... ternyata kamu ABUNAWAR alias Abunawas tukang tawar-menawar!"
Setelah kejadian itu, Abunawas asal Lengkong Nganjuk itu terkenal disebut sebagai Abunawar. Sedangkan Aburizal Bakrie sejak kasus peng-enthit-an dana bagi hasil tambang batubara yang dilakukan perusahannya di Kalimantan itu namanya dikenal sebagai Abugelap Batubara. Wah, apanya Cosmas Batubara? Hehehe... nggak ada hubungan marga. Cuma sama-sama orang Golkar.
Lha kok kasus lumpur Lapindo mengarah ke soal batubara? Ya mungkin saja batubara yang diembat dari kalimantan itu untuk bahan bakar memasak bubur tanah yang menjadi lumpur Lapindo itu. Makanya PLN kesulitan batubara. Kwakwakwakwak.......
Senin, 18 Agustus 2008
Sabtu, 16 Agustus 2008
Semburan Lumpur Lapindo dan Pendapat Jaksa
Alkisah, penegakan hukum pidana kasus lumpur Lapindo maju-mundur. Si penegak hukum berkilah bahwa untuk menemukan kesalahan Lapindo harus menggunakan teori sebab-akibat (kausalitas).
Adanya danau lumpur yang menyengsarakan puluhan ribu rakyat Sidoarjo dan jutaan orang Jawa Timur merupakan akibat. Tapi penyebabkan sulit ditemukan karena kejadiannya di dalam bumi. Maka, disusunlah acara debat publik.
“Ini kasus yang sulit. Kejadiannya di dalam bumi. Siapa yang bisa melihat? Nggak ada kan?” tanya si Jaksa.
“Lha kalau nggak bisa dilihat, kenapa Lapindo tahu di dalam bumi Blok Brantas ada migasnya Pak Jaksa?” tanya Supeno, mahasiswa dari Universitas Kompal-Kampul (Unkam).
“Ya itu kan melalui penelitian. Ada alatnya mungkin,” jawab si Jaksa.
“Ya berarti kejadian semburan lumpur itu juga bisa diteliti dong Pak?” tanya Supeno.
“Masalahnya para ahli yang meneliti pendapatnya berbeda-beda?” tanya balik si Jaksa.
“Gini deh Pak. Maaf Pak. Bapak punya anak?” tanya Bagidot menyela.
“Iya. Anak saya dua. Satu kuliah di Komunikasi, satu di Hukum,” jawab Jaksa.
“Anak-anak Bapak itu akibat dari hubungan seks Bapak dengan isteri kan Pak?” tanya Bagidot.
“Apa maksud kamu ini? Fokus ke diskusi lumpur Lapindo dong!” bentak si Jaksa marah-marah. Hadirin tertawa riuh.
“Maaf Pak! Maksud saya begini: Pak Jaksa dengan isteri kan sudah berhubungan seks. Itu penyebab lahirnya anak-anak Bapak. Tapi kan nggak ada orang yang tahu, kapan dan di mana Bapak berhubungan seks dengan isteri. Iya kan Pak?..... Jadi, untuk membuktikan bahwa anak Bapak itu akibat perbuatan Anda dengan isteri, ya nggak perlu saksi langsung yang melihat Bapak berhubungan badan dengan isteri. Iya kan Pak? .....
Sama halnya semburan lumpur Lapindo ya nggak perlu ada saksi yang tahu kejadian di dalam bumi. Tapi kan yang jelas itu terjadi di 50 meter dari Sumur Banjar Panji 1 yang sedang bermasalah itu. Iya kan Pak.... ?”
Si Jaksa langsung saja berkemas pulang. Daripada meladeni orang yang menurutnya kurang waras itu....
Bagidot, 16/8/2008
Adanya danau lumpur yang menyengsarakan puluhan ribu rakyat Sidoarjo dan jutaan orang Jawa Timur merupakan akibat. Tapi penyebabkan sulit ditemukan karena kejadiannya di dalam bumi. Maka, disusunlah acara debat publik.
“Ini kasus yang sulit. Kejadiannya di dalam bumi. Siapa yang bisa melihat? Nggak ada kan?” tanya si Jaksa.
“Lha kalau nggak bisa dilihat, kenapa Lapindo tahu di dalam bumi Blok Brantas ada migasnya Pak Jaksa?” tanya Supeno, mahasiswa dari Universitas Kompal-Kampul (Unkam).
“Ya itu kan melalui penelitian. Ada alatnya mungkin,” jawab si Jaksa.
“Ya berarti kejadian semburan lumpur itu juga bisa diteliti dong Pak?” tanya Supeno.
“Masalahnya para ahli yang meneliti pendapatnya berbeda-beda?” tanya balik si Jaksa.
“Gini deh Pak. Maaf Pak. Bapak punya anak?” tanya Bagidot menyela.
“Iya. Anak saya dua. Satu kuliah di Komunikasi, satu di Hukum,” jawab Jaksa.
“Anak-anak Bapak itu akibat dari hubungan seks Bapak dengan isteri kan Pak?” tanya Bagidot.
“Apa maksud kamu ini? Fokus ke diskusi lumpur Lapindo dong!” bentak si Jaksa marah-marah. Hadirin tertawa riuh.
“Maaf Pak! Maksud saya begini: Pak Jaksa dengan isteri kan sudah berhubungan seks. Itu penyebab lahirnya anak-anak Bapak. Tapi kan nggak ada orang yang tahu, kapan dan di mana Bapak berhubungan seks dengan isteri. Iya kan Pak?..... Jadi, untuk membuktikan bahwa anak Bapak itu akibat perbuatan Anda dengan isteri, ya nggak perlu saksi langsung yang melihat Bapak berhubungan badan dengan isteri. Iya kan Pak? .....
Sama halnya semburan lumpur Lapindo ya nggak perlu ada saksi yang tahu kejadian di dalam bumi. Tapi kan yang jelas itu terjadi di 50 meter dari Sumur Banjar Panji 1 yang sedang bermasalah itu. Iya kan Pak.... ?”
Si Jaksa langsung saja berkemas pulang. Daripada meladeni orang yang menurutnya kurang waras itu....
Bagidot, 16/8/2008
Sabtu, 09 Agustus 2008
BPLS, Kuli dan Remaja Tidak Lulus SMA
Sekelompok anak remaja pada suatu Minggu datang dari jauh, tamasya lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo. Maklum, lumpur itu bukan sembarang lumpur, tapi terkenal di seluruh dunia. Nama “Sidoarjo” lebih terkenal dibandingkan nama “Indonesia”, seperti nama “Bali” yang juga lebih terkenal daripada “Indonesia.”
Salah seorang remaja yang sudah dua kali tidak lulus SMA bernama Rajikan bertanya kepada seorang kuli penanggulan lumpur, “Pak, siapa yang menugaskan Bapak di sini?”
“BPLS Mas,” jawab bapak kuli itu.
“Apa itu BPLS?” tanya Rajikan.
“Saya juga nggak tahu....., apa ya?” jawab kuli itu.
“Apa saja yang dilakukan si BPLS selama ini untuk mengatasi semburan lumpur Lapindo ini?” tanya Rajikan.
“Apa.... ya... Ya cuma membuat dan memperkuat tanggul,” jawab Pak kuli yang lebih terhormat dibandingkan pejabat koruptor.
“Wah, kalau kerjanya cuma memerintahkan membuat tanggul sih nggak perlu sekolah tinggi-tinggi Pak. Orang nggak usah sekolah juga bisa begitu! Mungkin Bapak ini lebih pintar membuat tanggul dibandingkan si BPLS yang cuma tukang perintah penanggulan itu,” kata Rajikan.
“Oh, saya tahu Pak! Si BPLS itu mungkin singkatan dari Bagian Penanggul Lumpur Seluas-luasnya?”
“Iya mungkin Mas.”
Kawakwakwakwak............ namanya juga nggak lulus SMA....!
Salah seorang remaja yang sudah dua kali tidak lulus SMA bernama Rajikan bertanya kepada seorang kuli penanggulan lumpur, “Pak, siapa yang menugaskan Bapak di sini?”
“BPLS Mas,” jawab bapak kuli itu.
“Apa itu BPLS?” tanya Rajikan.
“Saya juga nggak tahu....., apa ya?” jawab kuli itu.
“Apa saja yang dilakukan si BPLS selama ini untuk mengatasi semburan lumpur Lapindo ini?” tanya Rajikan.
“Apa.... ya... Ya cuma membuat dan memperkuat tanggul,” jawab Pak kuli yang lebih terhormat dibandingkan pejabat koruptor.
“Wah, kalau kerjanya cuma memerintahkan membuat tanggul sih nggak perlu sekolah tinggi-tinggi Pak. Orang nggak usah sekolah juga bisa begitu! Mungkin Bapak ini lebih pintar membuat tanggul dibandingkan si BPLS yang cuma tukang perintah penanggulan itu,” kata Rajikan.
“Oh, saya tahu Pak! Si BPLS itu mungkin singkatan dari Bagian Penanggul Lumpur Seluas-luasnya?”
“Iya mungkin Mas.”
Kawakwakwakwak............ namanya juga nggak lulus SMA....!
Langganan:
Postingan (Atom)