Alkisah, penegakan hukum pidana kasus lumpur Lapindo maju-mundur. Si penegak hukum berkilah bahwa untuk menemukan kesalahan Lapindo harus menggunakan teori sebab-akibat (kausalitas).
Adanya danau lumpur yang menyengsarakan puluhan ribu rakyat Sidoarjo dan jutaan orang Jawa Timur merupakan akibat. Tapi penyebabkan sulit ditemukan karena kejadiannya di dalam bumi. Maka, disusunlah acara debat publik.
“Ini kasus yang sulit. Kejadiannya di dalam bumi. Siapa yang bisa melihat? Nggak ada kan?” tanya si Jaksa.
“Lha kalau nggak bisa dilihat, kenapa Lapindo tahu di dalam bumi Blok Brantas ada migasnya Pak Jaksa?” tanya Supeno, mahasiswa dari Universitas Kompal-Kampul (Unkam).
“Ya itu kan melalui penelitian. Ada alatnya mungkin,” jawab si Jaksa.
“Ya berarti kejadian semburan lumpur itu juga bisa diteliti dong Pak?” tanya Supeno.
“Masalahnya para ahli yang meneliti pendapatnya berbeda-beda?” tanya balik si Jaksa.
“Gini deh Pak. Maaf Pak. Bapak punya anak?” tanya Bagidot menyela.
“Iya. Anak saya dua. Satu kuliah di Komunikasi, satu di Hukum,” jawab Jaksa.
“Anak-anak Bapak itu akibat dari hubungan seks Bapak dengan isteri kan Pak?” tanya Bagidot.
“Apa maksud kamu ini? Fokus ke diskusi lumpur Lapindo dong!” bentak si Jaksa marah-marah. Hadirin tertawa riuh.
“Maaf Pak! Maksud saya begini: Pak Jaksa dengan isteri kan sudah berhubungan seks. Itu penyebab lahirnya anak-anak Bapak. Tapi kan nggak ada orang yang tahu, kapan dan di mana Bapak berhubungan seks dengan isteri. Iya kan Pak?..... Jadi, untuk membuktikan bahwa anak Bapak itu akibat perbuatan Anda dengan isteri, ya nggak perlu saksi langsung yang melihat Bapak berhubungan badan dengan isteri. Iya kan Pak? .....
Sama halnya semburan lumpur Lapindo ya nggak perlu ada saksi yang tahu kejadian di dalam bumi. Tapi kan yang jelas itu terjadi di 50 meter dari Sumur Banjar Panji 1 yang sedang bermasalah itu. Iya kan Pak.... ?”
Si Jaksa langsung saja berkemas pulang. Daripada meladeni orang yang menurutnya kurang waras itu....
Bagidot, 16/8/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar